Jumat, 21 Mei 2010

Om Swastiastu

om swatiastu selamat merayakan hari raya galungan dan kuningan, semoga kita semua selalu berada dalam berkat dan rahmatnya. Sang Hyang Widi Wasa, Tuhan yang penuh kasih dan selalu berada di hati kita semua. Om bhur bwah swah, tat sawitur ware nyam, bhago dewa sedimahi, diyo yonah pracodayad,....Tuhan memberkati, om namasiwaya.
om santi santi santi om

Kamis, 08 April 2010

undangan




” OM SWASTIASTU “


Diberitahukan kepada seluruh Mahasiswa STKIP-PGRI BANDAR LAMPUNG yang beragama HINDU, harap berkumpul pada:
HARI : Minggu
TANGGAL : 11 April 2010
PUKUL : 10.00 s.d selesai
TEMPAT : STKIP-PGRI BANDAR LAMPUNG
Demikian pengumuman ini dibuat untuk dilaksanakan, sekian dan terimakasih.



“ OM SANTI SANTI SANTI OM “
KEBAIKAN DAN BELAS KASIH ADALAH SIFAT MANUSIA YANG SEJATI

Cintailah semua. Itulah ajaran pokok Bhagawad Gita. Jangan bersikap bermusuhan atau menunjukkan kebencian kepada siapa pun juga. Ketuhanan yang utuh bersemayam dalam hati setiap manusia.

Bila engkau membenci seseorang, Tuhan sendirilah yang engkau benci. Bila engkau mencela atau memperingatkan seseorang, Tuhan yang engkau sembahlah yang engkau cela dan caci maki. Inilah ajaran persaudaraan yang universal yang dipaparkan dalam kitab-kitab suci India sejak zaman purba.

Tetapi Bhagawad Gita bahkan telah mencapai tingkat yang lebih tinggi dari ini. Gita tidak saja mengajarkan bahwa Tuhan ada di mana-mana sebagai kekuatan universal, tetapi juga satu dan sama dengan atma atau diri sejati yang merupakan penghuni (tubuh). Karena itu, di samping ajaran persaudaraan universal, Gita juga mengajarkan kemanunggalan diri sejati, yaitu atma yang esa yang ada di mana-mana. Gita menunjukkan bahwa atma yang ada sebagai diri sejati dalam dirimu, juga ada sebagai diri sejati dalam diri orang lain, dalam bintang, burung, dan setiap jenis makhluk lainnya. Seperti halnya Gita mengajarkan agar engkau menganggap kebahagiaan dan kesengsaraan itu sama, engkau juga diajarkan menyadari bahwa atma ada di semua makhluk, baik manusia, binatang, maupun tumbuh-tumbuhan.

Karena itu engkau harus yakin bahwa dari serangga dan makhluk kecil-kecil sampai kepada Brahman, prinsip ketuhanan yang sama ada di dalam semuanya. Sebab itu penyair Thyagaraja memuja Rama dengan nyanyian, "Ya Tuhan, Engkau ada dalam semut dan juga Brahma, Engkau datang sebagai Krishna dan Rama, tetapi sesungguhnya Engkau ada dalam segala rupa." Dewasa ini sifat manusia sudah sedemikian rupa sehingga bila melihat semut ia dengan cepat membunuhnya; bersamaan dengan itu bila ia melihat patung yang menggambarkan perwujudan Tuhan, ia berdoa kepadaNya. Berbuat sesuatu yang bertentangan dengan apa yang dikatakannya adalah ciri khas manusia sekarang. Karena itu bukannya tingkat mahatma 'orang suci' yang dicapainya, tetapi duratma 'orang jahat'. Namun Bhagawad Gita mengajarkan bahwa keselarasan perkataan, pikiran, dan perbuatan merupakan sifat sejati manusia, itulah yang menjadikannya seorang mahatma.

Tingkatkanlah imanmu dan sadarilah bahwa prinsip ketuhanan yang sama ada dalam setiap makhluk. Limpahkan cinta kasihmu, yaitu intisari sifat ketuhananmu dan sifat ketuhanan pada semua makhluk. Tunjukkan belas kasihan dan cinta kasih kepada setiap orang. Bila engkau tidak bersikap seperti itu terhadap orang lain, seluruh latihan rohani atau kegiatan spiritualmu akan sia-sia. Bila engkau memuja Tuhan, tetapi menjahati orang lain, engkau tidak akan sampai ke tujuanmu. Gita mengajarkan bahwa manusia itu sendiri adalah (perwujudan) Tuhan dan Tuhan adalah (diri sejati dalam) manusia. Kemanunggalan Tuhan dan manusia ini berkali-kali ditandaskan dalam Gita. "Hanya orang yang memperlakukan semuanya sama adalah manusia sejati," demikian kata Krishna. Pendidikan apapun yang telah engkau capai, jika engkau tidak memiliki kebaikan manusiawi, pendidikan itu tidak berarti apa-apa, nol kosong. Kebaikan kepada semua makhluk merupakan salah satu sifat baik yang sangat penting pada manusia. Engkau harus menggunakan kemampuan pertimbanganmu dan temukan cara untuk mengembangkan sifat baik ini serta terapkan dalam hidupmu sehari-hari. Bhutadaya atau kebaikan kepada makhluk hidup berarti memperhatikan orang atau makhluk hidup lain yang sengsara dan menolong mereka. Engkau harus melakukan usaha yang diperlukan untuk meringankan penderitaan, kesedihan, dan kesulitan mereka. Tidak ada gunanya mengulang-ulang kata Kebaikan, Kebajikan, kebaikan dengan tiada putusnya; engkau harus menerapkannya dan menjadikannya bagian dari hidupmu. Engkau harus percaya bahwa kebaikan sama dengan ketuhanan. Engkau harus yakini bahwa hati yang berisi kebaikan adalah tempat persemayaman Tuhan.

Ada beberapa kelemahan yang bersarang pada diri manusia; akibatnya manusia kehilangan kebaikan hatinya dan menjadi kejam. Mereka bertingkah laku seperti binatang buas yang tinggal di hutan. Krishna mengajarkan bahwa hal semacam itu bukan sifat manusia yang sejati, melainkan kebalikan dari kemanusiaan. Kata kemanusiaan atau manusiawi diartikan sebagai kebaikan. Dari berbagai kembang kebaktian, Tuhan hanya menerima kembang kebaikan hati manusia dengan penuh kasih. Bila manusia membawa bunga yang bisa dan memuja Tuhan dengan disertai pikiran dan keinginan biasa, ia tidak akan membangkitkan kasih Beliau. Persembahan itu tidak dapat menyenangkan Tuhan dan Beliau tidak akan menerima sajian seperti itu. Apa yang mau Beliau terima? Apakah yang Beliau hargai? Tuhan akan menerima dan sangat menyukai bunga kebaikan manusia, bunga cinta kasih, bunga belas kasihan yang mekar di hatimu. Bagaimana caranya engkau menyatakan kebaikan ini? Bukan sekedar dengan berbuat baik. Yang diperlukan ialah keyakinan yang mendalam, keimanan. Engkau harus mengubah hatimu. Engkau harus yakin bahwa Tuhan ada dalam hati setiap manusia. Engkau harus mengembangkan keyakinan akan kemahaadaan Tuhan. Maka engkau akan dapat merasakan penderitaan dan kesedihan orang lain sebagai penderitaan dan kesedihanmu sendiri.

Di suatu desa hidup sepasang suami istri yang mempunyai seorang anak perempuan. Dalam keluarga itu hanya ada tiga orang. Keluarga itu tidak kaya, bahkan sangat miskin. Walaupun keluarga itu miskin, mereka bertekad menyekolahkan anak mereka. Karena di kampung itu tidak ada sekolah, maka anak itu disekolahkan di kampung lain. Setiap hari anak perempuan itu harus melalui hutan untuk mencapai kampung tempat sekolahnya. Orang kota mungkin takut berjalan melewati hutan, tetapi orang desa sudah biasa; sudah menjadi bagian dari hidup mereka sehari-hari. Jadi anak kecil ini setiap hari berangkat ke sekolah di desa tetangga, belajar di sana, lalu pulang ke rumah petang hari.

Di jalan, di dalam hutan, ada sebuah dangau yang didirikan untuk tempat berteduh bagi orang-orang yang lewat. Pada suatu hari ketika lewat di sana, anak perempuan ini menjumpai seorang tua di dangau itu. Orang itu rupanya sedang sakit. Anak kecil ini menyadari bahwa orang tua itu tidak akan mampu lagi berjalan ke desa berikutnya untuk mendapat pengobatan dan perawatan. Karena kurang makan, badannya sangat lemah dan si anak ini bisa melihat kalau keadaan orang tua itu kurang sehat. Setiap hari saia biasa membawa bekal makanan dan sejak hari berikutnya ia memberikan makanannya kepada orang sakit itu, yang masih terus terbaring di dalam dangau di hutan. Setiap pagi dalam perjalanannya ke sekolah ia meletakkan makanannya dan petang hari ia mengambil tempat makanan yang sudah kosong itu dalam perjalanannya pulang. Sesudah sepuluh hari mengurus orang tua itu, kesehatan kakek itu mulai membaik.

Pada suatu hari ketika anak itu lewat dalam perjalanan pulang, orang tua itu memegang tangannya dan bertanya, "Anak yang baik, engkau memberi aku makanan setiap hari. Katakanlah dari mana engkau peroleh makanan itu. Apakah orang tuamu tahu kalau engkau membawakan aku makanan setiap hari? Atau engkau ambil dari suatu tempat tanpa sepengetahuan mereka? Barangkali makanan itu disediakan untuk makan siangmu dan engkau berikan kepadaku? Ceritakanlah semua itu. Jawablah pertanyaanku." Anak itu menjawab, "Kakek, saya telah dididik tidak mengambil barang tanpa izin. Dan saya katakan yang sebenarnya bahwa orang tua saya tahu kalau saya membawakan makanan untuk Kakek. Kami keluarga yang amat miskin dan tidak punya banyak uang, namun kami masih menyediakan makanan untuk keluarga kami dan untuk mereka yang membutuhkan. Maka saya membawa makanan dari keluarga saya khusus untuk Kakek." Ia bertanya lagi, "Tetapi jika uangmu sedikit bagaimana mungkin engkau membeli makanan ini?" Anak itu menjawab, "Dalam hutan ini di sebelah sana ada pohon yang sedang berbuah. Dalam perjalanan ke sekolah saya mengambil buah dari pohon itu dan menjualnya. Dengan sedikit uang yang saya peroleh, saya belikan makanan. Keesokan harinya setelah makanan siap, saya bawakan untuk kakek." Orang tua yang sakit itu sangat gembira atas pengorbanannya dan kecerdasan serta kejujurannya. Ia bertanya lagi, "Bagaimana engkau bisa mendapat sifat yang mulia seperti itu?" Anak itu berkata, "Semua ini karena asuhan dan pendidikan yang diberikan oleh orang tua saya. Seingat saya, orang tua saya selalu mengatakan bahwa kita harus berbagai dengan orang lain dan menolong serta melayani orang lain. Keluarga kami sangat miskin, namun kami tetap berusaha menolong orang lain. Saya belajar kebaikan itu sejak kecil, hal itu memberi kepuasan yang besar kepada saya." Dengan cerita ini ia memberitahu orang tua itu sedikit tentang keluarganya, lalu pulang.

Kesehatan orang tua itu berangsur-angsur membaik dan ia dapat berjalan ke kampung tempat tinggal anak perempuan serta keluarganya. Apakah hasil dari segala perbuatan baik yang telah ditunjukkan kepada orang tua yang sakit itu oleh si gadis kecil? Orang tua itu menyatakan kepada keluarga si anak bahwa ia telah berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, karunialah orang tua anak ini kesehatan dan kemakmuran. Ketika aku sakit dan tidak berdaya, aku tidak berguna bagi masyarakat. Kini aku sudah agak sehat dan dapat membantu orang lain. Aku berdoa kepadaMu dengan hati yang penuh rasa terima kasih agar Engkau memberkati keluarga ini." Dengan cara ini ia memberitahu mereka doa yang selama ini diulang-ulangnya agar Tuhan memberkati keluarga yang baik dengan ikhlas menolong mereka yang membutuhkan pertolongan.

Dalam berbuat kebaikan anak ini tidak pernah mengharapkan imbalan atau perbuatannya itu. Tanpa mengharapkan pahala, dengan setia ia meladeni orang sakit itu setiap hari. Kini Tuhan melimpahkan rahmat-Nya kepadanya. Pada suatu malam Tuhan datang ke rumah itu membawa sebongkah emas dan bertanya, "Apakah ini rumah anak kecil yang telah memberikan demikian banyak makanan dan minuman kepada orang yang menderita? Tuhan berkata, "Akulah yang pergi ke dangau itu dalam wujud orang sakit. Nah, Aku berikan uang ini agar anak itu dapat tumbuh dan mendapat pendidikan tinggi. Aku tinggal dalam dangau itu selama sepuluh hari untuk menguji anak perempuan itu. Hati anak ini sangat suci dan bersih, sangat lembut; hatinya adalah tempat tinggal-Ku, pura-Ku sendiri." Ia memberikan uang itu kepada orang tua si anak sambil memberitahukan mereka agar menggunakannya untuk kebahagiaan dan kesejahteraannya.

Tetapi orang tua anak itu tidak terlalu bergembira dengan kekayaan yang akan diperoleh itu. Mereka bersujud kepada orang suci ini yang telah memberkati mereka dengan kunjungan-Nya. Mereka berkata, "Oh Mahatma, kami tidak membutuhkan begitu banyak harta. Kekayaan yang di luar kemampuan seseorang akan membahayakan, mengganggu ketenteraman hati. Kekayaan itu dapat memperbesar rasa keakuan dan membuat orang melupakan Tuhan. Kami tidak menginginkan kekayaan sebegitu banyak." Tetapi setelah memberkati mereka, Beliau menghilang dengan meninggalkan seluruh harta itu. Orang yang datang itu bukan hanya seorang yang mulia. Keluarga itu menganggapnya sebagai perwujudan Tuhan sendiri. Mereka tidak menggunakan uang itu untuk kepentingan mereka sendiri, melainkan harta itu mereka gunakan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat di kampung tersebut. Mereka minta kepada setiap orang agar mendasarkan tingkah laku mereka pada keyakinan bahwa Tuhan bersemayam dalam setiap makhluk. Mereka memberi contoh dengan hidup mereka sendiri bahwa Tuhan dapat dicapai bila manusia memberikan kasih, belas kasihan, dan kebaikan hati kepada semua makhluk yang membutuhkannya.

Jangan engkau mempersempit keyakinanmu kepada Tuhan dengan beranggapan bahwa Ia hanya berada di tempat tertentu. Engkau harus menghayati Tuhan di mana-mana. Bagaimana engkau dapat mengembangkan perasaan ini? Seperti dikatakan oleh para pelajar dan mahasiswa dalam doa mereka beberapa saat yang lalu, Tuhan berada di dalam dan di luar. Jika Tuhan hanya berada di dalam, kesucian batin sudah cukup. Karena Tuhan juga berada di luar, kesucian lahir juga diperlukan. Maka karena Tuhan ada di dalam dan di luar, engkau perlu memiliki kesucian lahir batin; Kemudian barulah engkau dapat menghayati kemaha-adaan Tuhan. Apa yang dimaksud dengan kesucian lahir ini? Sudah tentu kesucian lahir berarti mengucilkan (membersihkan) badan dan memakai pakaian yang bersih. Tetapi ada arti yang lebih luas. Tempat tinggalmu harus bersih. Buku-buku yang engkau baca juga harus tetap bersih. Baik badan atau pikiranmu jangan dibiarkan menumpuk kotoran dan sifat-sifat yang buruk. Pernyataan bahwa engkau harus mandi dua kali sehari berarti setiap kotoran pada badan dan dalam pikiran harus dibersihkan. Kalau daki menebal, kuman akan bersarang dan membawa penyakit. Karena itu jangan kau biarkan kotoran apa pun juga tetap berada pada dirimu.

Setiap pagi engkau harus membersihkan gigi dengan sikat dan pasta gigi, juga membersihkan lidahmu. Jangan kau biarkan ada kotoran di pintu utama. Kalau ada air kotor di luar, nyamuk, cacing, belatung, dan bakteri-bakteri akan bersarang. Begitu pula kalau ada kotoran di badanmu, kuman-kuman dan kutu akan bersarang. Bukan hanya itu, sekitar rumahmu juga harus bersih. Apa peribahasa di negara Andhra, "Lihat rumahnya dan engkau akan mengetahui penghuninya," dengan kata lain kebersihan rumah mencerminkan kebersihan itu dimaksud untuk kebaikanmu. Baik rumah maupun daerah sekitarnya, kalau semuanya bersih, engkau akan berbahagia. Engkau harus menjaga kebersihan dan ketertiban dirimu sendiri dan tempat sekitarmu agar dapat menikmati hidup yang sehat; bila engkau sehat engkau akan selalu bahagia.

Mungkin engkau hanya mempunyai dua setel pakaian, tetapi bila sat setel engkau pakai, engkau harus menyimpan yang lain dalam keadaan bersih. Kemudian engkau dapat mengganti pakaian dan mencuci yang pertama. Sebenarnya bahkan tidak perlu mempunyai dua setel pakaian; satu setel cukup asal dijaga agar tetap bersih setiap hari. Apa pun yang engkau miliki harus dijaga agar tetap bersih; jangan biarkan dirimu menjadi kotor. Tetapi hanya membersihkan bagian luar dan memakai pakain bersih, sementara membiarkan hatimu kotor tidak ada gunanya. Engkau juga harus berusaha keras memelihara kesucian batin. Untuk ini engkau perlu menjaga kesucian pikiran dan perasaanmu. Arahkanlah pikiranmu kepada pengabdian bagi orang lain. Jangan biarkan kedengkian dan kebencian memasuki dirimu. Berusahalah selalu membina perasaan riang. Tidak perlu engkau ikut meributkan urusan orang lain. Selalulah memikirkan yang baik-baik mengenai orang lain. Dalam hubungan ini Weda menyatakan, "Semoga seluruh dunia berbahagia." Membantu meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan seluruh dunia adalah dasar keyakinan Weda dan merupakan tujuan pengalaman Weda. Karena itu nama Tuhan yang suci harus kau renungkan dengan tiada putusnya sehingga hatimu tersucikan. Hanya bila engkau menjaga baik-baik kesucianmu lahir dan batin, engkau akan mampu mencegah masuknya pikiran buruk serta sifat-sifat jahat seperti kedengkian dan kebencian.

Prahlada menyatakan bahwa hanya bila engkau mengalahkan keenam musuh dalam dirimu, engkau dapat dianggap orang yang mulia. Ia berkata kepada ayahnya, "Ayah hanya seorang raja sekarang, tetapi jika Ayah dapat menguasai enam musuh dalam diri Ayah, maka Ayah dapat menjadi adiraja yang besar." Keenam musuh itu adalah keinginan (nafsu), kemarahan, ketamakan, khayalan, kecongkakan dan kedengkian. Jangan kau biarkan enam musuh ini bersarang di hatimu; jika engkau buang mereka jauh-jauh, engkau akan lepas dari segala kesulitan dan kesusahan. Untuk mencapai hal itu, engkau harus memperlakukan suka dan duka, laba dan rugi, panas dan dingin, dengan sikap seimbang; bila engkau memiliki keseimbangan seperti itu, keenam musuh itu tidak akan menjamahmu. Tetapi memang sulit menganggap suka duka, kesengsaraan dan kebahagiaan itu sama, kecuali bila engkau benar-benar yakin bahwa Tuhan berada di setiap hati manusia. Bila engkau menyadari hal itu maka semua pasangan yang bertentangan ini akan terkalahkan dan tidak lagi mengganggu ketenteramanmu. Kemudian engkau akan dilimpahi rahmat Tuhan dan bagaimana pun buruk nasibmu, engkau tidak akan terjamah oleh nasib buruk itu.

Bila engkau mempunyai keyakinan kuat bahwa prinsip ketuhanan yang sama ada di setiap hati manusia maka segala hambatan akan dapat diatasi. Bila engkau percaya sepenuhnya pada Tuhan yang bersemayam dalam dirimu maka segala sesuatu, apa saja, menjadi milikmu. Keyakinan itulah kuncinya merupakan akar kehidupan spiritual. Peganglah prinsip itu. Itulah tujuanmu. Jika engkau mau menebang pohon, tidak perlu engkau memotong cabang-cabang dan daunnya. Jika engkau memotong akarnya, seluruh pohon akan tumbang. Jika engkau telah memegang prinsip ketuhanan itu, semuanya akan dapat engkau kuasai. Agar dapat menghayati ketuhanan dalam hidupmu sehari-hari, engkau harus melaksanakan sadhana mengembangkan rasa belas kasihan kepada semua makhluk. Juga engkau harus meningkatkan kesucian lahir dan batin, menjaga agar jasmani dan rohani selalu bersih cemerlang. Hanya dengan demikianlah engkau akan dapat menyadari prinsip ketuhanan yang ada di mana-mana.

Engkau harus menyadari bahwa jika dalam baktimu engkau memanjatkan doa kepada Tuhan dan menyampaikan sembah sujudmu; Tuhan itu jugalah yang bersemayam dalam hati semua makhluk. Maka engkau harus berhati-hati sekali, jangan sampai mencela orang lain; engkau harus meyakini benar-benar bahwa setiap celaan yang engkau lontarkan kepada orang lain akan langsung mengenai Tuhan yang bersemayam di hati itu. Hidup dapat dibandingkan dengan sungai. Jika engkau biarkan air sungai kehidupan ini mengalir tanpa kendali dan tanpa batas, engkau akan merusak kampung-kampung. Engkau harus mengambil tindakan apa saja yang perlu agar air sungai ini tidak meluap dan dapat mengalir ke laut. Hanya laut yang dapat menahan dan menyerap air sungai itu. Bagaimana caranya agar sungai kehidupan itu sampai di laut? Telah dikatakan dalam Bhagawad Gita, engkau harus membuat dua tanggul. Bila sungai mempunyai dua tanggul, airnya akan mengalir ke laut dengan selamat.

Apakah yang dimaksud dengan dua tanggul itu? Yang dimaksud ialah dua mantra yang sangat ampuh. Satu mantra berbunyi, "Ia yang ragu-ragu akan hancur." Mantra yang lain berbunyi, "Ia yang imannya kuat akan mencapai kebijaksanaan." Jadi kedua tanggul sungai kehidupan itu akan melenyapkan keragu-raguan dan menyemikan iman. Bila engkau mempunyai kedua tanggul itu untuk menyalurkan hidupmu maka engkau akan dapat mencapai tujuan dan menyatu dengan laut. Ajaran yang diberikan Krishna ini adalah intisari pengabdian kepada Tuhan; yang mengantar engkau ke samudera anugraha, lautan rahmat yang tidak terbatas.

Krishna berkata, "Nak, lautan rahmat Tuhan itulah tujuan umat manusia, tujuan akhir segala kehidupan. Jangan melupakan tujuan itu. Jangan percaya pada keduniawian dan jangan takut pada kematian, tetapi senantiasa ingatlah Tuhan yang merupakan alasan mengapa engkau lahir. Aku berikan kepadamu tiga prinsip ini:

Jangan pernah melupakan Tuhan.

Jangan Pernah mempercayai keduniawian.

Jangan pernah takut pada kematian.

Ukirlah tiga mutiara ini dalam hatimu dan ingatlah selalu padanya karena ia akan menyucikan hidupmu dan mengantar engkau kepada-Ku.


DARMA DAN KEBENARAN ADALAH NAPAS KEHIDUPAN

Krishna berkata, "Di mana ada dharma, di mana ada kebajikan dan kesucian, di mana kewajiban dan kebajikan dan kebenaran dipatuhi, di sana akan ada kemenangan. Orang yang melindungi dharma akan dilindungi oleh dharma. Arjuna! Amalkanlah dharma selalu. Tempuhlah kehidupan yang suci dan terhormat."

Dharma mempunyai tujuh segi seperti halnya matahari mengandung tujuh warna. Segi dharma yang pertama adalah kebenaran. Segi yang kedua adalah watak yang baik. Yang ketiga kebajikan. Yang keempat pengendalian indera. Yang kelima tapa. Yang keenam menjauhi (nafsu dan keinginan) duniawi, dan segi yang ketujuh adalah tanpa kekerasan. Ketujuh segi dharma itu dicanangkan untuk melindungi manusia dan untuk kesejahteraan masyarakat.

Seperti panas adalah sifat api, dingin sifat es, harum sifat bunga yang sedang mekar, dan manis sifat gula, begitu pula kebenaran adalah sifat manusia. Kebenaran adalah dasar dharma. Bila manusia menyadari kebenaran sejati yang merupakan sifat dasarnya, maka ia mengetahui kesejatian dirinya. Watak yang baik merupakan napas hidup bagi kebenaran.

Ada tiga aspek watak yang sangat penting bagi setiap orang yang ingin mencapai sukses dalam bidang kerohanian. Aspek yang pertama sangat tepat dinyatakan dengan kata-kata: toleransi, kesabaran, dan ketabahan. Aspek ketiga dapat dinyatakan dengan kata-kata: ketetapan hati, kebulatan tekad, dan keuletan. Pendidikan apapun yang engkau miliki, betapa pun kayanya engkau, apa pun jabatanmu, apakah engkau seorang sarjana atau negarawan, jika engkau tidak mempunyai ketiga aspek watak ini, engkau tidak lebih daripada orang mati. Hasil lain apapun yang mungkin engkau peroleh, tanpa ketiga aspek watak ini, segala prestasi dan hasil karyamu tidak akan berarti. Orang hanya memperhatikan keindahan luar, tetapi Tuhan hanya mengenal keindahan batin. Sebenarnya bagi manusia, watak yang luhurlah yang merupakan keindahannya. Orang yang tidak memiliki watak yang baik tidak berbeda dengan sebuah batu. Engkau harus mengikuti ketujuh segi dharma ini dan membiarkan setiap aspek bersinar dalam dirimu karena setiap aspek itu merupakan sifatmu yang sejati.

Langkah dasar adalah kebenaran. Kebenaran tidak berarti sekedar tidak berbohong. Engkau harus menganggap kebenaran sebagai jantung hatimu, sebagai dasar hidupmu. Engkau harus siap meninggalkan segalanya demi kebenaran. Dunia berjalan karena menakuti kebenaran dan selalu mengabdi kepada kebenaran. Bila kebenaran tidak ada, manusia akan takut hidup. Kebenaran memberikan keberanian kepada manusia. Kebenaranlah yang melindungi dunia dan menyebabkannya bergerak. Kebenaranlah yang mengusir rasa takut. Kebenaran adalah suatu nilai yang begitu penting sehingga hanya bila ditegakkan benar-benar manusia akan dapat mencapai sifat ketuhanan. Watak yang baik adalah napas kebenaran. Yang penting bagi watak adalah kebajikan dan tingkah laku yang baik. Umat manusia tidak akan bersinar tanpa perbuatan yang baik. Kebajikan, sifat-sifat yang baik, dan perbuatan yang baik, semua ini memberi keindahan dan kemuliaan pada umat manusia.

Untuk melindungi umat manusia dan mengembangkan sifat ketuhanan, engkau harus menjadikan kebenaran, watak yang baik, dan perbuatan yang baik sebagai dasar. Sejak kecil engkau harus berusaha mencapai hal-hal ini. Pada masa kanak-kanak, manusia cenderung melakukan kesalahan-kesalahan kecil, disadari atau tidak. Karena takut kesalahan itu diketahui orang tuanya dan mungkin ia akan dihukum atau dicela maka si anak berusaha menyembunyikan kesalahannya itu, Dengan demikian anak sejak kecil mengembangkan kebiasaan berbohong; kebiasaan ini akhirnya akan menghancurkan sifat manusiawi dalam diri seseorang. Karena itu engkau harus bertekad untuk selalu berbicara jujur, tanpa merasa takut dan tanpa memperdulikan akibatnya, apakah akan menyenangkan dan menguntungkan bagimu, ataukah akan berakibat dimarahi dan dihukum. Seperti halnya fondasi sangat penting bagi bangunan rumah, seperti halnya akar merupakan dasar sebatang pohon, kebenaran adalah dasar hidup bagi manusia.

Jika engkau ragu-ragu dalam menegakkan kebenaran, tidak akan ada keselamatan dan perlindungan bagi hidupmu. Contoh kepatuhan mutlak pada kebenaran dapat dilihat dalam kehidupan Harischandra. Untuk mematuhi kebenaran, Harischandra meninggalkan istrinya, putranya, dan kerajaannya; ia menjadikan kebenaran sebagai tirakatnya. Akhirnya, untuk membayar hutangnya, ia harus menjual istrinya sebagai budak, kemudian putranya, dan akhirnya dirinya sendiri. Walaupun dalam keadaan yang buruk seperti itu, walaupun ia dalam keadaan tidak berdaya, ia tidak bersedia berkata yang tidak benar. Ketika anaknya meninggal, istrinya membawa jenazahnya ke tempat perabuan. Walaupun ia tahu istrinya, Chandramurti, dan jenazah itu adalah anaknya, ia tetap merasa bertanggung jawab melakukan tugas sebagai pengelola tempat perabuan. Dalam keadaan yang amat sulit, Harischandra tidak pernah meninggalkan kejujuran atau menyimpang dari dharma. Ia menganggap kebenaran dan dharma sebagai dua mata, atau seperti dua roda sebuah kereta, atau seperti dua sayap seekor burung, satu dan yang lain tidak terpisahkan.

Orang tua harus mendidik anak-anak sejak dini mengenai pentingnya berbicara jujur. Pada suatu ketika, seorang ayah ingin memberikan hadiah khusus untuk ulang tahun putranya. Karena cintanya kepada anaknya itu, sang ayah memberi anak itu uang logam dari emas serta menyuruh anak itu minta kepada ibunya agar dibuatkan cincin dari mata uang itu. Keesokan harinya anak- laki-laki itu akan mengikuti ujian; ia menaruh uang logam itu di atas meja tempat ia belajar. Anak ini mempunyai adik perempuan yang selalu ingin tahu dan nakal. Ia masuk ke kamar dan melihat uang logam itu. Ia mengambil uang itu dan bertanya, "Kak, apa ini?" Kakaknya menjawab, "Uang logam dari emas." Adiknya bertanya, "Dapat dari mana uang itu?" Dengan berkelakar ia berkata, "Ya, tumbuh di atas pohon." "Bagaimana mungkin uang logam bisa tumbuh dari pohon?", adiknya yang masih kecil bertanya. Kakaknya lalu mengarang cerita dan terus menceritakan kisah-kisah bohong. Katanya, "Jika engkau jadikan uang ini sebagai bibit dan kau tanam dalam tanah, lalu kau sirami, kau urus, dan kau lindungi, nanti akan tumbuh sebatang pohon. Kemudian dari pohon itu engkau akan mendapat banyak uang logam emas." Adiknya mau bertanya lagi, tetapi kakaknya berkata. "Dengar, aku tidak mempunyai waktu untuk bicara lagi dengan engkau sekarang. Aku harus belajar. Nanti saja kalau bertanya." Karena melihat kakaknya sibuk, ia mempergunakan kesempatan untuk mengantongi uang logam emas itu lalu pergi. Dari tempat itu ia pergi ke halaman dan menggali lubang. Ia menaruh uang logam itu dalam lubang dan menimbuninya dengan tanah. Ia menyirami gundukan tanah itu. Sepanjang hari ia memikirkan apa yang telah dikatakan oleh kakaknya bahwa sebatang pohon akan tumbuh dari uang logam itu jika ditanam.

Pembantu rumah tangga yang mengamati anak kecil itu dari jendela, melihat anak itu memasukkan uang emas ke dalam lubang. Ketika anak itu masuk ke rumah, si pembantu menggali lubang tadi dan mengambil uangnya. Tak lama kemudian ibu si anak datang dan menyuruh anak laki-laki tadi bersiap pergi ke sekolah. Anak itu akan memberikan uang logam tadi kepada ibunya agar dibuatkan cincin sebagaimana pesan ayahnya. Tetapi anak tidak menemukan uang logamnya. Ia mencari adiknya dan menanyakan apakah ia melihat uang logam itu. Adiknya berkata, "Kak, saya pikir jika kita tanam uang itu agar tumbuh menjadi pohon, kita akan mempunyai banyak uang logam seperti itu; jadi uang itu saya tanam dalam lubang yang saya buat di kebun." Mereka pergi ke tempat itu dan menggali, tetapi uang logamnya tidak ada di sana.

Nah, anak itu sangat sedih. Pada hari ulang tahunnya, saat mestinya ia bergembira, ia menangis. Ia menceritakan apa yang terjadi kepada ibunya. Ibunya bertanya kepadanya, "Tetapi Nak, katakan kepadaku mengapa adikmu mengambil uang logam itu dan menanamnya di kebun?" Anak laki-laki itu tidak tahu, maka adiknya dipanggil dan ditanya mengapa ia melakukan hal itu. Anak itu berkata, "Kakak mengatakan kepadaku bahwa uang itu bisa tumbuh menjadi pohon uang logam; jadi saya kerjakan seperti yang dikatakan kakak." Ibunya berkata kepada anak laki-laki itu, "Karena engkau mengada-ada cerita ini dan berbohong kepada adikmu, akibatnya engkau bukannya bergembira dan menikmati hari ulang tahunmu, tetapi engkau menangis; bukan hanya itu, engkau kehilangan uang logam emas yang diberi ayahmu." Pada usia muda bila anak diizinkan berbohong dan berbuat yang tidak benar, kebiasaan ini akan menjadi-jadi. Sebaliknya, jika engkau mendidik anak sejak kecil agar menjadikan kebenaran sebagai dasar hidupnya, wataknya akan tumbuh dan ia akan dapat mencapai berbagai hal yang besar.

Pada suatu hari ada seorang jagadguru, guru besar yang banyak menolong orang agar maju dalam bidang kerohanian. Bila ada orang yang datang untuk didiksa, guru ini menanyakan tentang tingkah laku dan wataknya untuk menentukan sifat-sifat orang itu. Sesuai dengan kualitas dan tingkat perkembangan rohaninya, sang guru memberikan mantra. Seorang pencuri, setelah mengetahui kebesaran jagadguru ini, datang kepadanya dan memohon mantra. Sang guru berkata kepadanya, "Baik Nak, bagaimana sifat-sifatmu? Apakah kelemahanmu?" Pencuri itu berkata, "Sifat saya yang tidak baik adalah memasuki rumah demi rumah pada tengah malam dan mencuri barang-barang dalam rumah itu. Karena malam hari saya mencuri, siang hari saya mabuk dan tidur. Minum adalah kebiasaan buruk saya yang kedua. Jika polisi menangkap saya, maka untuk menyelamatkan diri, saya berbohong. Itu kebiasaan buruk saya yang ketiga."

Mahatma bertanya kepadanya, "Baik Nak, dapatkah engkau menghilangkan satu dari tiga sifat yang buruk itu?" Ia berpikir sebentar, "Jika aku tidak mencuri, bagaimana aku mengurus keluargaku, anak-anak dan istriku? Tidak, aku tidak bisa meninggalkan kebiasaan ini. Hanya bila badanku sehat dan kuat aku bisa lolos jika tertangkap. Jadi aku harus cukup tidur, dan minum dapat menolongku agar gampang tidur pada siang hari. Tetapi tidak mungkin polisi sering menangkap aku; jadi aku akan meninggalkan kebiasaan berbohong." Lalu orang mulia ini bertanya, "Dapatkah engkau berjanji bahwa engkau akan selalu mengatakan yang benar mulai besok dan seterusnya?" Pencuri itu menjawab, "Pasti. Bahkan mulai hari ini saya hanya akan berkata yang benar." Inilah tekad pencuri itu. Betul-betul sejak hari itu ia selalu berkata jujur ke manapun ia pergi.

Pada suatu musim panas, malam hari udara panas sekali. Pada masa itu tidak ada pendingin ruang, bahkan kipas angin pun tidak ada. Seorang walikota tertentu, orang yang sangat kaya, sedang beristirahat di teras lotengnya. Karena udara malam yang panas dan pengap, ia tidak bisa tidur. Pencuri tadi berhasil memanjat ke teras lotengnya. Segera setelah pencuri itu masuk ke teras loteng, orang kaya tersebut melihatnya dan tahu bahwa orang itu pencuri. Ia menegurnya dan berkata, "Hai, siapa itu?" Karena pencuri jujur, ia menjawab, "Saya pencuri." Untuk mengetahui apa rencana orang itu, orang kaya berkat, "Oh ya? Baik, saya juga pencuri." Mereka sepakat untuk bekerja sama dan mereka merencanakan mencuri beberapa barang berharga yang disimpan dalam rumah. Orang kaya berkat kepada pencuri, "Ada banyak barang perhiasan terkunci dalam peti di rumah orang kaya ini, tetapi akan sulit membuka peti itu kalau kita tidak mendapat kuncinya. Biar saya yang masuk ke rumah, barangkali saya bisa mencuri kunci peti itu." Orang kaya itu berkata lagi, "Saya sedang menunggu seseorang yang bisa menjaga saya. Sekarang karena ada teman seperti engkau, saya mau masuk."

Ia tinggalkan pencuri itu dan berpura-pura mendobrak rumah, lalu masuk. Ia sibuk mondar mandir dan menunda keluar rumah beberapa saat. Kemudian ia mengambil kunci dan diam-diam keluar. Ia berkat kepada pencuri, "Nah, ini kuncinya, tetapi saya cari petinya di mana-mana tidak ketemu. Biar saya yang berjaga di luar dan engkau masuk. Barangkali engkau bisa menemukan peti itu dan mengambil perhiasan yang disimpan pemiliknya." Orang kaya ini menyimpan tiga butir berlian besar di dalam peti. Pencuri masuk dan segera menemukan peti itu; peti dibuka dan tiga butir berlian diambil. Segera timbul masalah dalam pikirannya. Bagaimana membagi tiga berlian itu di antara mereka berdua? Karena pencuri ini mengikuti jalan kebenaran, secara otomatis sekelumit kebajikan timbul dalam dirinya. Ia membawa ketiga berlian itu keluar dan berkata kepada orang kaya, "Bung, Anda ambil satu berlian. Saya bawa satu. Berlian ketiga tidak dapat dipecah. Saya akan mengembalikan berlian itu ke dalam peti untuk pemilik rumah. Biarlah berlian itu untuk dia sendiri." Dengan keputusan ini, pencuri masuk kembali dan menaruh satu dari tiga berlian itu ke dalam peti, kemudian ia kembali ke loteng.

Setelah selesai pembagian, pencuri itu akan pergi, tetapi orang kaya berkata kepadanya, "Bung, barangkali kita bisa bekerja sama seperti ini lagi di kemudian hari. Tolong beri saya alamat Anda sehingga saya dapat menghubungi Anda." Karena harus jujur, pencuri memberikan alamat yang sebenarnya. Keesokan harinya orang kaya ini, yang menjadi Zamindar atau kepala daerah itu, mengambil alamat itu dan memerintahkan agar dibuat pengaduan kepada polisi tentang hilangnya berlian dari petinya. Ia menyuruh polisi pergi ke kampung sesuai dengan alamat yang diberikan dan menangkap pencuri yang tinggal di sana. Pencuri itu telah terkenal di kampungnya. Polisi pergi ke sana dan dengan mudah menemukan si pencuri. Mereka menangkapnya dan membawanya ke Zamindar. Pencuri tidak mengenali Zamindar yang kemarin menjadi rekan kerjanya.

Zamindar lalu bertanya kepada pencuri. "Nah, bagaimana caramu memasuki rumah? Bagaimana caramu mendapatkan berlian ini?" Pencuri menceritakan dengan cermat petualangannya langkah demi langkah. Ia ceritakan bagaimana ia naik ke loteng, mendapat teman untuk bekerja sama, memasuki rumah, membuka peti, mengambil tiga berlian, memberikan satu berlian kepada temannya, satu untuk dirinya sendiri, lalu kembali masuk ke rumah dan membuka peti lagi, kemudian mengembalikan satu berlian. Seluruh kejadian ini diceritakannya. Zamindar memanggil kepala kantornya dan berkata, "Pergilah dan lihat apakah masih ada satu berlian di dalam peti." Pegawai itu mengambil kunci peti. Ia berpikir, "Adakah pencuri yang mengembalikan berlian?" Sambil berpikir begitu ia membuka peti, melihat berlian yang telah dikembalikan oleh pencuri, lalu mengantonginya, dan kembali ke Zamindar, melaporkan bahwa tidak akan ada berlian di dalam peti.

Zamindar lalu memanggil pencuri itu, Ia berkata, "Saya tahu bahwa apa yang engkau ceritakan kepada saya semuanya benar. Karena itu mulai hari engkau saya angkat menjadi kepala kantor saya. Hanya orang yang jujur boleh menjadi pegawai. Sayang sekali engkau telah menjadi pencuri, tetapi sifatmu tidak begitu." Orang ini sekarang tidak mencuri lagi dan menjadi pegawai tinggi; ia selalu berkata jujur. Dengan sendirinya lama kelamaan ia berhenti minum minuman keras dan mencuri; kemudian menjadi manusia yang lurus dan jujur.

Mungkin pada mulanya engkau menemui banyak kesusahan karena berpegang teguh pada kejujuran. Walaupun menanggung kesusahan, jika engkau tetap mengikuti jalan kejujuran, akhirnya sifat jujur ini akan membuat engkau senang dan bahagia, dan memberimu keberhasilan dalam segala usaha. Karena itu, untuk meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusialah Krishna dalam Gita mengajarkan bahwa kita harus selalu bersikap jujur. Beliau menyatakan bahwa kebenaran adalah cara hidup yang mulia dan jalan kebenaran itu adalah satu-satunya jalan untuk membina tingkah laku yang benar dalam masyarakat. Kadang-kadang dikatakan bahwa dharma telah merosot. Tetapi pernyataan ini tidak benar. Karena didasarkan pada kebenaran, dharma tidak akan pernah berubah. Namun dalam zaman tertentu, pelaksanaan dharma yang mungkin mengalami perubahan. Shri Krishna menjelma untuk menegakkan kembali pengamalan dharma, bukan menegakkan dharma itu sendiri. Dharma tidak pernah musnah, juga tidak pernah berubah, hanya tidak diterapkan.

Ketujuh segi dharma telah ada dalam zaman-zaman yang lampau, entah pada zaman Krita, Treta, Dwapara, atau Kali. Tetapi setiap yuga mempunyai pengalaman yang paling sesuai dengan zamannya. Misalnya, dalam Krita Yuga latihan rohani yang paling tepat adalah meditasi, dalam Treta Yuga latihan rohaninya adalah Yajna atau kurban; dalam Dwapara Yuga latihan rohaninya adalah upacara pemujaan; dan dalam Kali Yuga ialah namasmarana yaitu 'mengulang-ulang nama Tuhan yang suci'. Seperti halnya dalam zaman Krita ada pengaruh Kali, begitu pula dalam zaman kali sekarang ini ada pengaruh Krita dan zaman-zaman yang lain. Maka dalam zaman Kali ini ada orang yang melakukan meditasi, ada yang melaksanakan upacara pemujaan. Demikian pula dalam zaman Krita ada orang yang mengidungkan nama Tuhan. Tetapi pelaksanaannya yang utama tergantung pada sifat dan suasana umum pada zaman itu.

Dapat dikatakan bahwa pelaksanaan yang berbeda memberi bentuk berbeda pula kepada dharma, tetapi ini dharma tetap sama. Kebenaran tidak akan pernah berubah. Kebenaran selalu satu, tidak pernah dua. Dalam ketiga waktu: dahulu, sekarang, dan yang akan datang; dalam ketiga alam: bumi, langit, dan alam bawah; dalam ketiga keadaan: jaga, mimpi, dan tidur nyenyak; dan dalam ketiga guna: sattva, rajas, dan tamas; kebenaran tetap satu. Karena kebenaran itu satu dan merupakan dasar dharma, dharma tidak bisa berubah; ia tidak pernah goyah atau mengalami perubahan. Tetapi tugas manusia sebentar-sebentar akan berubah. Misalnya, orang yang mengerjakan pekerjaan. Berapa lamakah pekerjaan ini menjadi tugasnya? Sampai ia berhenti dari pekerjaan itu. Sebelum itu ia tetap setiap hari pergi ke kantor. Kalau ia sudah pensiun, tugasnya berubah. Setelah pensiun mungkin ia bergerak di bidang bisnis. Lalu ia berkata bisnis adalah tugasnya. Dalam kegiatan bisnis ini mungkin ia tergoda untuk mendapatkan laba lebih banyak dengan cara yang tidak benar; mungkin ia berusaha mendapat uang dengan berbohong dan menipu. Tetapi ia akan tetap berkata bahwa bisnis adalah tugasnya. Walaupun sekarang mungkin ia melakukan kebohongan atau penipuan untuk memperoleh uang, ia tetap menganggap pekerjaan yang dilakukannya itu sebagai tugasnya. Bila tugas itu berubah-ubah bagaimana kita dapat mengatakan bahwa itu dharma? Kegiatan yang berubah-ubah ini hanya merupakan tugas, tetapi tidak dapat dikatakan dharma.

Ada makna yang tepat untuk kata dharma. Segala perbuatan yang tidak mengganggu orang lain, yang tidak melanggar kebebasan orang lain, dapat dikatakan sebagai dharma. Ada sebuah contoh. Engkau memegang sebatang tongkat yang panjang dan bermain dengan tongkat itu, menggerakkan tongkat itu ke kanan dan ke kiri sementara engkau berjalan di jalan raya. Jalan ini penuh orang lalu lalang. Engkau berkata, "Saya berhak berjalan ke mana saya suka. Ini kebebasan saya. Ini dharma saya." Baik, jika ini dharmamu maka orang yang datang dari arah berlawanan mempunyai hak untuk menyelamatkan dirinya agar tidak tertekan tongkatmu. Engkau merasa senang melakukan kegiatan yang mungkin dapat membahayakan orang lain yang sedang lewat. Namun, (kaidah) tingkah laku yang benar menghendaki agar engkau berbuat sedemikian rupa sehingga engkau tidak mengganggu orang lain yang sedang berjalan di jalan itu. Jika engkau dapat bertingkah laku tanpa menyebabkan ketidaknyamanan dan gangguan terhadap kebebasan orang lain maka engkau berperilaku sesuai dengan dharma. Jika setiap orang beranggapan bahwa merupakan dharmanyalah untuk bertingkah laku tanpa mengganggu, merugikan, atau membahayakan orang lain, maka akan terdapat ketenteraman, kesejahteraan, dan kebahagiaan yang berlimpah di dunia ini. Berbuat seperti ini adalah tugasmu yang sesungguhnya, yaitu suatu tugas yang harus dilaksanakan untuk memberi contoh kepada orang lain dan untuk menegaskan cita-cita dharma yang mulia.

Dalam kehidupanmu sehari-hari di dalam keluarga, ada tiga jenis kewajiban yang dapat dianggap sebagai tiga segi dharma; ada tugas kemasyarakatan, ada tugas wajib, dan ada tugas keluarga. Pertama kita perhatikan contoh tugas kemasyarakatan. Misalkan besok hari Minggu, yaitu hari libur bagimu. Engkau ingin mengundang beberapa orang ke rumahmu untuk jamuan teh. Tiba-tiba malam harinya engkau sakit panas. Waktu sedang sakit engkau menyadari bahwa jika engkau mengundang teman esok harinya, engkau tidak akan dapat menerima mereka dengan semestinya, karena itu engkau tidak merasa gembira. Maka engkau putuskan untuk menunda jamuan teh itu. Atas dasar keinginanmu dan perubahan situasi, engkau ubah waktu jamuan teh itu menjadi minggu berikutnya. Itu adalah hakmu. Engkau dapat membuat perubahan, engkau dapat menunda kunjungan, engkau bebas membuat rencana sekehendak hatimu.

Kemudian ambil contoh mengenai tugas wajib. Sehubungan dengan ujian mendatang, wakil rektor telah menetapkan bahwa semua dosen harus hadir dalam suatu rapat. Karena ini merupakan rapat panitia ujian yang penting, engkau harus hadir. Walaupun engkau sedang sakit panas, engkau minum pil aspirin dan pergi menghadiri rapat. Ini wajib, engkau tidak puny hak untuk membatalkannya. Penjadwalan rapat ini tidak dalam kekuasaanmu dan bila telah ditetapkan, engkau harus hadir.

Kita lihat sekarang contoh tentang tugas keluarga. Engkau sedang berada di rumah. Pertengkaran kecil terjadi antara suami dan istri. Di dalam kamar sang suami memperingatkan istrinya dengan keras. Sang istri sangat marah. Sang suami pergi ke ruang tamu dan kebetulan seorang temannya datang berkunjung. Segera setelah ia melihat temannya itu, ia tersenyum lebar dan menyapanya dengan ramah. Ia menyuruh temannya duduk. Di hadapan temannya ia terus tersenyum. Ketika ia ke dapur dan melihat istrinya masih marah, ia kembali berkata keras, tetapi setelah kembali ke ruang depan menemui temannya ia melanjutkan percakapan dengan gembira. Ia berkewajiban menjaga nama baik keluarga dengan berbuat sedemikian rupa sehingga temannya tidak tahu bahwa ia bertengkar dengan istrinya.

Jika seseorang yang sedang marah dengan istrinya di dalam kamar tidur keluar ke ruang tamu dan dengan marah-marah menyuruh temannya meninggalkan rumah, maka temannya itu akan tersinggung, dan mungkin ia menganggap kawannya sinting. Seorang kepala keluarga mempunyai tugas penting untuk menjaga agar rahasia keluarga tidak diketahui umum. Ia harus tetap tanggap untuk melindungi kehormatan keluarga. Jika karena kesemberonoannya kehormatan keluarga terganggu, maka ia dan keluarganya tidak akan mendapatkan kebahagiaan sepanjang hidupnya.

Untuk menjaga nama baik keluarga engkau harus tetap waspada dan sadar akan kepentingan orang lain; ini memerlukan pengendalian indera. Jika engkau tidak dapat mengendalikan indera seperti yang telah dijelaskan beberapa waktu yang lalu, engkau akan bersikap angkuh. Pengendalian indera dalam bahasa Sanskerta adalah dama, terdiri dari dua kata da dan ma. Jika dibalik, dama menjadi mada. Mada artinya keangkuhan; sifat ini sangat buruk. Orang yang telah mampu mengendalikan indera mendapat sebutan sakshara 'orang yang menjadi pemimpin'. Kata sakshara ini pun kalau dibalik menjadi rakshasa atau 'iblis'. Dengan kata lain, orang yang angkuh dan tanpa pengendalian indera tidak berbeda dengan iblis. Karena itu, jika engkau mau mengamalkan dan melindungi dharma, engkau harus mengendalikan indera. Pengendalian indera sangat penting untuk segala hal yang baik dan bermanfaat dalam kehidupan manusia.

Krishna berkata kepada Arjuna, "Arjuna, jadilah seorang stithaprajna, orang yang bijaksana, dan kendalikanlah inderamu sepenuhnya. Jangan tunduk pada ketagihan indera yang berubah-ubah. Nafsu harus dikendalikan. Jangan diperbudak oleh nafsu. Engkaulah yang harus memperbudak nafsu. Engkau adalah Gudakesa, orang yang menguasai nafsu; Karena engkau mampu mengendalikan nafsu engkau diberi hak mendekati Rishikesha 'penguasa indera' (sebutan untuk Sri Krishna). Tanpa pengendalian indera atau nafsu engkau tidak akan bisa mendapat Rishikesha."

Dalam Gita bab kedua mengenai Sankya Yoga semua sifat stithaprajna telah dijelaskan; dari semua sifat itu, pengendalian indera adalah salah satu yang paling penting. Dalam pembicaraan ini kita telah membahas berbagai segi dharma yang dapat diumpamakan sebagai sinar matahari yang mengandung tujuh warna atau segi. Seperti telah dikemukakan sebelum ini, cahaya matahari dharma ini mengandung sinar kebenaran, watak yang baik, tingkah laku yang benar, pengendalian indera, tapa, meninggalkan (keinginan dan nafsu) keduniawian, dan tanpa kekerasan. Milikilah semua sifat ini. Sebelum menghafalkan bait-bait Gita ini, engkau harus berusaha mengerti maknanya, kemudian kembangkan dan amalkan sifat-sifat baik yang diberitahukan di situ.

Yang menjadi keinginan Swami adalah bila engkau demikian berminat dan tekun mempelajari bait-bait Gita ini, engkau harus menunjukkan semangat yang tinggi pula dalam pengamalannya dan dengan demikian engkau akan memperoleh semua sifat baik yang diamanatkan dalam bait-bait itu.


MENCARI TUHAN YANG BERSEMAYAM DALAM HATIMU

Di dalam Gita Tuhan menyatakan, "Orang yang Kucintai ialah orang yang tidak mementingkan diri sendiri, melepaskan segala keterikatan, dan bersikap sama dalam suka dan duka."

Sangat sulit bagi orang awam yang mencari kebenaran untuk mencapai keseimbangan seperti itu dan untuk melepaskan diri dari keterikatan serta rasa keakuan. Bagi orang yang berkeluarga hal ini hampir tidak mungkin. Mereka dapat memuja Tuhan melalui enam belas jenis pemujaan seperti dijelaskan dalam kitab-kitab suci. Namun, sangat sulit bagi mereka untuk menghancurkan keakuan dan meniadakan segala rasa individualitas. Mengapa demikian? Memang sulit menghilangkan keakuan selama engkau membedakan keinginanmu dengan perintah dan keinginan Tuhan. Kalau engkau menyadari keEsaan Tuhan yang meliputi segala sesuatu, engkau tidak akan mempunyai kesulitan untuk mengikuti-Nya. Jika engkau menyadari bahwa Tuhan bersemayam dalam bentuk Jyothi, 'cahaya yang selalu bersinar' dalam semua manusia, di mana-mana, maka akan mungkin bagimu menguasai keakuan dan keterikatanmu. Nyala yang bersinar terang ini ada di dalam dirimu. Yang Esa yang melindungi seluruh umat manusia adalah bagian yang utuh dari wujudmu sendiri.

Sejak zaman dahulu orang selalu bertanya apakah Tuhan ada atau tidak. Kalau engkau telah yakin bahwa Dia ada, langkah selanjutnya adalah mencari jalan untuk mencapai-Nya. Seperti pada masa lalu, masalah bagaimana dan di mana menemukan Tuhan tetap merupakan pertanyaan yang membingungkan umat manusia masa kini. Untuk mencari jawaban masalah ini, banyak resi pada zaman dahulu berusaha keras dengan menggunakan segala keahlian dan tapanya, agar mendapatkan jalan keluar. Para resi itu mengemukakan di mana mereka mencari dan bagaimana mereka dapat mengetahui adanya Tuhan Yang Mahacemerlang. Akhirnya mereka menyatakan kepada dunia luas:

"Oh manusia, kami telah berhasil melihat dan memahami prinsip adikodrati itu yang ada di luar dunia yang kasat mata ini. Bukannya di dunia atau di ruang angkasa, tetapi dalam dirimu sendirilah Tuhan yang penuh kebahagiaan dapat ditemukan. Dalam pandangan batinmu, dalam jiwamu, dalam hati yang suci dalam badan inilah Ia bersemayam."

Inilah penemuan besar mereka bahwa Tuhan bersemayam dalam badan kita sendiri. Dalam bahasa sanskerta, sarira berarti yang mudah binasa yaitu badan. Tuhan disebut Sarira, yaitu yang tinggal dalam badan yang tidak kekal. Ia disebut juga Dehi, artinya yang mengenakan wujud sementara. Dalam Gita Ia disebut juga Kshetrajña 'yang mengetahui Ksetra' yaitu yang tidak bergerak dan tidak mengetahui dirinya sendiri. Untuk menembus tirai kebodohan yang menutupi kebenaran dirimu, engkau harus berusaha menemukan Tuhan Yang Kekal yang bersemayam cemerlang dalam badan kasarmu. Engkau juga harus berusaha menemukan Tuhan yang bersemayam sebagai dasar segala ciptaan penghuni kelima unsur yaitu ether, udara, api, air, dan tanah.

Untuk mendapatkan intan engkau harus menggali jauh ke dalam tanah. Engkau tidak menemukannya bergantungan di pohon. Begitu pula engkau tidak akan menemukan permata yang sangat berharga ini yaitu Tuhan, tergeletak di luar dan mudah dilihat oleh semua orang. Dengan bantuan ajaran para mahatma, engkau harus berusaha mencarinya di dalam dirimu. Badan kita bukan barang biasa. Ia adalah pura Tuhan atau kereta yang membawa Tuhan. Dalam dunia yang boleh dianggap sebagai desa yang besar, Tuhan diarak dalam kereta yang disebut badan (raga) ini.

Tidak baik bila engkau tidak mempedulikan badan atau mengabaikannya atau menggunakannya secara tidak pantas atau untuk berbuat jahat. Badan ini harus digunakan hanya untuk melakukan kegiatan yang suci dan tidak mementingkan diri sendiri. Engkau harus menjaganya dengan baik serta menyucikannya dengan menggunakannya untuk melakukan tugas-tugas suci. Sudah tentu badan ini lembam, tetapi di dalamnya hidup aspek kesadaran suci. Badan bisa dibandingkan dengan perahu yang dapat menolongmu menyeberangi lautan samsara 'lautan kehidupan duniawi'. Badan ini tidak kau dapat dengan mudah. Karena kebajikan yang tak terhingga banyaknya dan kelahiran-kelahiran dalam wujud yang lain, engkau dapat memperoleh wujud badan manusia ini. Jika badan tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya, berarti engkau menyia-nyiakan seluruh kebajikan yang telah kau peroleh dalam kehidupan-kehidupan sebelumnya yang tak terhitung lagi banyaknya.

Merupakan kemujuran yang luar biasa bahwa engkau lahir sebagai manusia. Karena itu, perahu suci yang dapat membawamu ke tempat tujuan ini harus digunakan dengan seksama sehingga dapat menyeberangi lautan samsara dengan selamat. Dalam samudra ini hidup buaya-buaya yang amat mengerikan, serta berbagai makhluk lain yang menakutkan dan berbahaya bagimu. Buaya-buaya yang mengancam itu melambangkan enam musuh manusia yaitu kemarahan, ketamakan, nafsu birahi, kebencian, kecongkakan, dan iri hati. Mereka menghuni setiap tahap lautan kehidupan duniawi yang tak dapat diduga ini. Samudra itu sendiri merupakan campuran unsur-unsur yang berlawanan seperti kegembiraan dan kesedihan, hal yang menarik dan hal yang menjijikkan; bila engkau berada dalam samudra kehidupan ini, amat sulit mengatakan kapan engkau akan mendapat kebahagiaan dan kapan engkau akan jatuh ke lembah kesedihan.

Bila engkau dikelilingi oleh demikian banyak buaya, cara yang terbaik untuk menyelesaikan perjalanan dengan selamat ialah dengan melihat kesatuan dalam segala sesuatu. Engkau harus yakin sepenuhnya bahwa prinsip ketuhanan, Tuhan dalam wujud nyata yang cemerlang, ada dalam setiap manusia dan setiap benda. Kalau engkau menyadari keberadaan Tuhan dalam setiap makhluk, dan menyadari kesatuan dalam semua yang tampak sebagai kebhinekaan ini, maka engkau tidak akan dapat lagi membenci orang lain. Karena itu Gita memberikan tempat utama pada petunjuk yang menyatakan "Adveshta sarva bhutanam" 'janganlah membenci makhluk apa pun juga'.

Berbagai macam pemujaan ritual seperti menyanyikan kidung kerohanian, melakukan japa dan mengulang-ngulang nama Tuhan, akan tampak sangat remeh bila engkau telah menyadari keberadaan Tuhan dalam setiap hati manusia. Hanya bila engkau tidak mengetahui keberadaan ini, engkau mementingkan berbagai pelaksanaan ibadah. Namun sebelum engkau menguasai teknik berenang, engkau perlu menggunakan berbagai alat bantu agar dapat mengapung sewaktu belajar berenang. Bila engkau telah pandai berenang, alat-alat itu tidak diperlukan lagi. Demikian pula berbagai jenis ibadah diperlukan hingga engkau benar-benar mengerti arti Gita. Kalau engkau telah memahami inti dari Gita yang indah ini, semua ritual pemujaan akan tampak sepele.

Dalam bab Bhakti Yoga 'jalan pengabdian', telah dijelaskan semua sifat mulia seorang bhakta yang membuatnya dikasihi Tuhan. Di situ ditekankan bahwa sifat-sifat yang terpuji ini akan bersemi bila keenam musuh manusia dikuasai. Dapatkah hal ini dilakukan dengan mudah? Ya, keenam musuh manusia itu dapat ditaklukkan bila engkau menyadari kebenaran bahwa Tuhan Yang Maha Esa berada di mana-mana dalam kelima unsur alam dan Dialah yang menggerakkan semua makhluk. Sebelum engkau menyadari hal ini dan mengalaminya, engkau tidak akan memperoleh kepuasan yang sejati dalam apa pun juga yang kau kerjakan.

Jika dalam mulutmu ada garam, maka juice manis apa pun yang kau minum akan tetap terasa asin. Pertama keluarkan garam itu dan bersihkan mulutmu, maka engkau akan dapat merasakan manisnya. Jika garam sudah tidak ada, engkau dapat menikmati sepenuhnya kelezatan juice yang kau minum. Demikian pula halnya jika engkau dapat menyingkirkan sifat-sifat buruk yang ada pada dirimu seperti kebencian, kemarahan, kecemburuan, kecongkakan, keserakahan, dan keakuan, maka engkau akan dapat merasakan manisnya belas kasihan, manisnya pengorbanan, manisnya kedermawanan, manisnya kesetiakawanan, dan manisnya cinta Tuhan.

Pertama-tama berusahalah memahami apa sebenarnya arti pengabdian sejati. Bhakti atau pengabdian artinya cinta kepada Tuhan. Bhakti terdiri dari kata Bha yang berarti Bhagawan, Tuhan, dan akti berarti anurakti 'cinta'. Jika kedua hal ini, cinta dan Tuhan digabung, engkau mendapatkan pengabdian sejati, sebagaimana makna kata bhakti. Bila engkau menanam pengabdian, engkau mengembangkan kemampuan untuk berkorban. Engkau berkembang dalam cinta kasih. Kemudian segala yang engkau butuhkan akan diberikan kepadamu. Cinta kasih adalah nafas kehidupan manusia. Tanpa kasih engkau tidak dapat hidup. Sesungguhnya, engkau memberikan cinta kasih hanya kepada sang atma, dirimu sendiri, bukan pada orang lain. Tetapi cinta suci kepada Yang Esa ini dibelokkan kepada raga. Di mana-mana di dunia ini kita temukan penyakit bawaroga, yaitu penyakit menyamakan diri dengan badan jasmani.

Sebagian besar pengalaman yang kau hadapi dalam hidup ini lebih merupakan wujud penyakit daripada wujud kebahagiaan. Misalnya penyakit kelaparan, makananlah obat penyakit itu. Bila engkau memberikan makan sebagai obat lapar maka penyakit itu akan lenyap. Engkau menganggap makan adalah suatu kenikmatan, tetapi sebenarnya adalah obat. Engkau memasak bermacam-macam makanan yang enak dan beranggapan bahwa rasanya memberi kenikmatan, tetapi itu tidak benar. Kadang-kadang obat diberikan dalam bentuk campuran yang mengandung sesuatu yang enak supaya rasanya manis. Demikian pula untuk penyakit lapar engkau mendapat campuran bermacam-macam makanan, tetapi sesungguhnya makanan apa pun juga adalah obat belaka.

Rasa haus juga penyakit. Bila engkau merasa haus engkau minum air yang dingin, maka penyakit itu sembuh. Demikian pula enam musuh manusia, nafsu amarah, iri hati, kecemburuan, egoisme, kebencian, dan keserakahan, semuanya adalah penyakit. Ada perbuatan-perbuatan yang berfungsi sebagai obat. Berpikir bahwa engkau menikmati bermacam-macam kesenangan adalah keliru, sebenarnya engkau mengidap berbagai penyakit. Sebelum engkau menyadari bahwa penghuni badan adalah Tuhan, engkau akan terus menderita penyakit-penyakit ini dan merana.

Segala kegiatan rohani (seperti menyanyikan bhajan dan melakukan japa) dapat dilakukan hanya dengan bantuan badan. Semua pendidikan yang telah kau peroleh, kau dapatkan dengan bantuan badan. Sifat-sifat Tuhan yang agung dan luar biasa kau pelajari melalui jasa badan. Dengan menjadikan badan sebagai dasar, engkau harus berusaha melihat Tuhan di dalamnya. Jangan terus beranggapan bahwa Tuhan ada di alam yang lain. Ia ada dalam badan kita sendiri. Dosa tidak berada di suatu alam yang jauh, hal itu tergantung pada perbuatan yang kau lakukan dengan badanmu. Baik kebajikan maupun kebatilan merupakan hasil perbuatan yang kau lakukan dengan bantuan badan. Engkau harus mencari terus menerus, berusahalah sungguh-sungguh, menemukan Tuhan dalam badanmu sendiri.

Kata orang, "Carilah, carilah dan hal itu akan kau temukan." Jika engkau mencari Dia dalam badanmu dengan kesungguhan hati, engkau pasti akan menemukan-Nya. Jika engkau mencari sesuatu dalam ruangan yang penuh barang, hanya dengan kesungguhan engkau akan dapat menemukan barang yang kau cari. Tanpa berusaha mencari barang itu tidak akan pernah kau temukan. Hanya bila engkau mengetuk pintu, pemilik rumah akan membukanya. Ibumu pun baru akan menghidangkan makan kalau engkau minta. Karena itu, engkau harus meminta dan terus meminta, ketuk pintu dan ketuklah terus, kejar dan kejar terus, cari dan carilah terus.

Barangkali engkau merasa telah lama mengetuk pintu tetapi tidak ada yang membukanya. Lihatlah apakah pintu itu benar yang kau maksudkan? Apakah engkau mengetuk pintu kebebasan atau pintu keterikatan? Apakah engkau mengetuk pintu kediaman Tuhan atau pintu tempat setan? Siapakah yang kau datangi? Kepada siapakah engkau berlindung? Apakah engkau minta kepada Yang Maha Pemurah dan Maha Pengampun yang datang dalam wujud manusia dan memberikan hidupnya sebagai contoh panutan? Apakah engkau minta kepada ibu alam semesta? Apakah engkau minta makanan dari Dia ataukah engkau minta makanan dari setan?

Barangkali engkau memandang Tuhan, tetapi engkau tidak memohon ketuhanan itu sendiri. Tentu engkau memanjatkan doa kepada Tuhan, tetapi yang kau mohon adalah barang-barang yang sepele dan hal yang bersifat duniawi. Engkau menghadapi pohon yang mengabulkan segala keinginan dan engkau hanya minta bubuk kopi yang tidak berarti. Engkau harus memohon pohon itu agar menganugerahi engkau prinsip adikodrati yang akan memenuhi dirimu dengan kebahagiaan abadi selama-lamanya.

Engkau harus senantiasa menambah dan meningkatkan bhaktimu dengan keyakinan bahwa Tuhan ada dalam badanmu sendiri. Jika engkau ingin mencari dan menemui Tuhan yang ada dalam dirimu, engkau harus mengarahkan pandanganmu ke dalam batin. Bagaimana engkau harus merindukan Tuhan? Engkau harus menangis seperti anak sapi memanggili induknya yang telah meninggalkannya bersama kawanan sapi lain. Engkau harus meratap seperti wanita setia yang kehilangan suami dan menangis sedih karena berpisah. Engkau harus menjerit memohon kepada Tuhan seperti suami istri yang tidak punya anak memohon dengan sangat agar dikaruniai anak. Begitulah sebaiknya engkau berdoa kepada Tuhan, penuh kasih serta pengabdian dan rindu ingin menghayati keberadaan-Nya dalam dirimu.

Tetapi sekarang kebanyakan doamu penuh dengan kata-kata yang muluk tanpa perasaan. Dalam benakmu ada sesuatu dan pada bibirmu ada sesuatu yang lain. Hanya bila engkau menyelaraskan gagasan dalam pikiranmu dengan perkataanmu, maka perkataanmu akan menjadi doa dan membawa hasil. Dan hanya bila engkau menerapkan doa itu dalam pengamalan nyata, ia akan menjadi ibadah. Bila engkau mencapai satunya pikiran, perkataan, dan perbuatan, maka engkau menjadi seorang mahatma, 'jiwa yang agung'.

Engkau harus mawas diri apakah engkau mengikuti jalan satunya pikiran, perkataan, dan perbuatan ini. Jika engkau memeriksa dirimu sendiri dengan jujur, engkau akan mengakui bahwa hampir selalu ketiga unsur itu mengikuti arah yang berbeda, tidak ada kesatuan. Kalau pikiran lain, kata-kata lain, dan perbuatan lain pula, maka engkau memiliki sifat-sifat orang jahat atau duratma, bukan sifat-sifat seorang mahatma. Ketidakserasian seperti itu akan merugikan engkau dan menjauhkan engkau dari Tuhan.

Apa pun juga pikiranmu, hal itu akan menimbulkan hasil yang setimpal. Besar kecilnya kue tergantung pada banyak sedikitnya tepung. Rasa yang tertinggal di mulut tergantung pada hidangan yang baru saja engkau makan. Begitu pula apa yang kau rasakan dalam hati akan tercermin pada caramu berbicara dan berperilaku. Pertama kali engkau harus berusaha menyucikan perasaanmu. Engkau harus menyucikan cinta kasihmu. Untuk melakukan itu engkau harus mengembangkan kshama 'kesabaran', yaitu ketawakalan dan pengendalian diri dalam segala situasi, sehingga memberikan kebaikan bagi semua bahkan pada mereka yang mungkin ingin mencelakakan dirimu. Tidak ada yang lebih tinggi daripada sifat kesabaran ini. Kesabaran sama dengan kebenaran, kesabaran adalah inti kebajikan, kesabaran adalah sari pati Weda, kesabaran adalah tanpa kekerasan yang diamalkan, kesabaran adalah kepuasan batin, kesabaran adalah belas kasihan, sesungguhnya kesabaran adalah segala-galanya. Hanya bila engkau membina kesabaran dan ketawakalan engkau akan dapat mencapai Tuhan.

Sekarang karena hal-hal yang sepele engkau marah dan tegang. Sifat ini sangat berbahaya; kemarahan dapat menghancurkan hidupmu. Bila engkau marah, engkau tidak dapat mencapai apa pun juga yang berarti. Engkau dianggap memuakkan dan dicemoohkan. Engkau akan kehilangan harta kekayaanmu. Semua kehormatan yang telah kau nikmati akan hancur menjadi abu. Kemarahanmu bahkan dapat memisahkan engkau dari orang-orang yang dekat denganmu. Karena marah engkau kehilangan segala sesuatu dan hidupmu sendiri tersia-siakan. Karena itu, dalam Bhagawad Gita, Krishna mengajarkan cinta kasih dan pentingnya meningkatkan cinta kasih itu untuk melawan kebencian, kecemburuan, kemarahan, dan semua sifat buruk lain yang sangat membahayakan dirimu.

Cinta kasih tidak mengenal kebencian.
Cinta kasih tidak mementingkan diri sendiri.
Cinta kasih jauh dari kemarahan.
Cinta kasih tidak pernah mengambil; Ia selalu memberi.
Cinta kasih adalah Tuhan.

Jika engkau ingin dekat Tuhan, engkau harus mengembangkan sifat suci cinta kasih ini. Hanya dengan cinta kasih engkau akan dapat menghayati Tuhan, karena Dia adalah cinta kasih itu sendiri.

Jika engkau ingin melihat bulan tidak perlu memakai lilin atau obor. Cahaya bulan itu sendiri sudah cukup untuk melihat bulan. Jika engkau ingin melihat Tuhan, engkau hanya perlu membenamkan dirimu dalam cinta kasih. Penuhilah dirimu dengan kasih, engkau pasti akan mencapai Tuhan. Tetapi selama cinta kasih ini belum benar-benar mantap dalam dirimu engkau masih memerlukan kegiatan rohani seperti bhajan, japa, dan bentuk pemujaan lainnya. Jika kasih itu telah berkembang, upacara-upacara tersebut tidak perlu lagi. Meskipun bulan bersinar terang engkau tidak akan dapat melihatnya jika matamu terpejam. Begitu pula bila matamu masih terpejam dan belum melihat kehadiran Tuhan yang penuh kasih dalam dirimu, maka perbuatan baik, termasuk kegiatan-kegiatan rohani akan membantu membuka matamu dan memperjelas pandangan sehingga engkau dapat melihat Tuhan dan menikmati kasih-Nya. Inilah makna ajaran Krishna dalam Bhagawad Gita.

Bila engkau mendengarkan kata-kata yang mulia itu dan betul-betul memahaminya serta mengamalkannya, engkau akan dapat mencapai tujuanmu yang suci. Swami telah memberikan kesempatan ini sehingga sekurang-kurangnya satu jam setiap hari engkau dapat menggunakan waktumu dengan bijaksana dan memperoleh manfaat dari ajaran yang suci ini.


























































































































































































































































































































































































sejarah Bali

Sejarah Bali

Bali, yang dengan tepat disebut Bali Anka, artinya tempat lahir orang-orang kuat, pada sebuah prasasti Bali disebut dalam suatu naskah Tiongkok sebagai P'o-li. Dikatakan bahwa yang memerintah P'o-li adalah seorang raja dari keluarga Kaundinya, dan dinyatakan bahwa beliau mengirim perutusan-perutusan diplomatik ke Tiongkok pada triwulan abad keenam M.

Sanjaya, penulis prasasti Cangala di Jawa Tengah (732 M), diakui dalam karya Jawa-Kuno yang terakhir sebagai tokoh yang merebut Bali bersama-sama dengan wilayah-wilayah di seberang lautan lainnya. Sejak abad kedelapan atau kesembilan M, bekas-bekas Buddhisme diketemukan di tempat itu yang mungkin berasal dari Sumatera atau Jawa karena mungkin dengan adanya hubungan yang langsung dengan India.

Prasasti pertama yang diberi tanggal itu menyebut seorang raja yang bernama Ugrasena (915-942), yang hidup sezaman dengan Raja Sindhok di Jawa Timur. (Suatu prasasti lebih awal (914 M), menunjuk kepada Adhipati Sri Kesariwarma). Seperti dinyatakan oleh Prof. Dr. George Cedes, kita ketemukan dari catatan-catatan tsb suatu masyarakat Hindu-Bali, tidak sama seperti di Jawa, yang menganut Hinduisme dan Buddhisme bersama-sama, dan berbicara sebuah dialek yang khas Bali.

Pada pertengahan kedua abad kesepuluh, kita mendapatkan beberapa nama bangsawan yang bergelar Warmadewa. Kita mendapatkan nama seorang ratu yang bernama Subhadrikawarmadewi. Prasasti tahun-tahun 989-1022 menyebut nama-nama Raja Udayana dan Ratu Mahendradatta. Ratu ini adalah seorang cucu buyut dari Sindok. Pernikahan ini, menyebabkan semakin mendalamnya penetrasi kebudayaan Jawa, terutama Tantrisme, ke pulau Bali. Airlangga adalah yang menyebabkan pernikahan.

Prof. Dr. F.D.K. Bosch. dari Kern Institute, mempunyai cerita yang aneh tentang pasangan bangsawan ini. Waktu berbicara mengenai persamaan yang sangat mirip antara perkembangan kebudayaan Kambudia dan Jawa pada acara peringatan 50 tahun berdirinya yayasan Ecole Francaise d'Extreme Orient tahun 1952, beliau mengatakan: "Ada alasan yang kuat untuk percaya bahwa Udayana Warman I dari Kambudia, yang memerintah relatif singkat, adalah pangeran yang sama dengan nama Udayana (di Bali dan Jawa) dan telah memainkan peranan penting sebagai ayah Airlangga yang termashur.

Kira-kira pada tahun 970, seorang puteri Kambudia, berduaan dengan Udayana, melarikan diri dari istana Kambudia, waktu masa-masa kesusahan perang penggantian raja. Puteri tsb menyelamatkan diri ke Tanah Jawa di mana seorang raja Kambuja yang amat terkenal, Jayawarman II, juga telah hidup dalam pengasingan sebelum beliau pulang kembali ke Kambuja.

Adalah waktu di Jawa bahwa pangeran Kambudia, Udayadityawarman menjadi dewasa dan pada usia 15 tahun beliau menikah dengan seorang puteri Jawa. Persekutuan Khmer-Jawa ini memperkuat posisi yang memerintah di Jawa, dan sekarang merebut Bali. Kemudian beliau mengangkat Pangeran Udayana (atau Udayaditya) dan mempelainya menjadi gubernur Bali. Sekitar tahun 1009, Udayaditya dengan bantuan orang-orang Jawa merebut tahta Kambudia.

Akan ttapi beliau tidak dapat tetap berada di Jawa untuk hanya satu tahun saja, dan beliau dipaksa untuk kembali ke Bali, di mana beliau memerintah sebagai gubernur sampai tahun 1022. Adalah di Bali bahwa sekitar tahun 991 Airlangga lahir dan pada usia yang mdua menyeberang ke Jawa untuk menikah dengan puteri raja yang memerintah di Jawa Timur. Barangkali nama Airlangga berasal dari kisah hidup beliau. "Airlangga" artinya "ia yang menyeberang air - yaitu selat yang memisahkaan Bali dari Jawa. Airlangga, Beliau tampaknya, mewakilkan pemerintahan Bali, tempat beliau dilahirkan, kepada seorang wakil raja, Dharmawamsa Marakatapankaja, yang namanya tampak di prasasti-prasasti Bali selama tahun-tahun 1020-1025.

Selama tahun-tahun 1049-1077, prasasti-prasasti Bali menunjuk kepada 'anak wungsu,' misalnya balaputra (anak bungsu) - barangkali pamili dekat Airlangga. Suradhipa dan Jayasakti adalah nama-nama raja-raja yang tampil pada masa 1115-1150 M. Seratus tahun kemudian, Kertaanagara raja Singasari, setelah mengkonsolidasikan posisi beliau di Sumatera pindah ke Bali. Pada tahun 1284 beliau memenjarakan raja Bali. Orang Bali yang berani itu segera melepaskan kekuasaan Jawa.